SISTEM INFORMASI DATA
1.
ABSTRAKSI KEGIATAN
PENGEMBANGAN PENYELENGGARAAN
SISTEM INFORMASI DAN DATA STATISTIK
BIDANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Sistem informasi data statistik yang bisa memberikan gambaran mengenai 2 (dua) hal penting, yaitu : (1) Kondisi aktual permasalahan perumahan dan permukiman di Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah jumlah kebutuhan rumah dan laju pertumbuhannya serta variabel-variabel terkait.; (2) Hasil yang dicapai oleh penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman. Termasuk di dalamnya adalah tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan masyarakat. Hal ini secara tidak langsung akan menggambarkan kinerja Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman
Dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi data statistik yang akurat, terpercaya, variatif, dan aplikatif sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan perumahan dan permukiman, maka perlu dilakukan pengembangan sistem informasi data statistik bidang perumahan dan permukiman. Pengembangan tersebut meliputi kompilasi dan pengolahan data bidang perumahan dan permukiman. Melalui sistem data dan informasi yang handal diharapkan terjadi berbagai kemudahan dalam mengakses data dan informasi yang komprehensif sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang dinamis.
Kegiatan "Pengembangan Penyelenggaraan Informasi Data Statistik Bidang Perumahan dan Permukiman" dilaksanakan mellaui : (1) Kompilasi data yang mencakup pengumpulan data dari instansi terkait, Identifikasi dan klasifikasi data; seta (2) Pengolahan data, meliputi evaluasi dan penyusunan data dengan alat analisis yang digunakan seperti : SPSS, Cross Tabulation, Scallogram dan lain-lain.
Produk Yang Dihasilkan adalah dokumen infornasi data statistik bidang perumahan dan pennukiman yang akurat, akuntabel, variatif dan aplikatif serta sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan penyelenggaraan perumahan dan pennukiman
Dokumen tersebut diharapkan dapat mendukung penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman dalam rangka evaluasi pelaksanaan kebijakan, evaluasi pelaksanaan program, analisis penyiapan kebijakan dan program, perumusan kebijakan serta program dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman.
www.google.co.id
Minggu, 08 Juni 2008
Enterprise Resources Planning III
Enterprise Resource Planning
Ditulis oleh Admin
Ini bukan tulisan mengenai piranti lunak (software). Untuk menegaskan, ini bukanlah tulisan panduan untuk memilih software dan proses instalasi nya pada jaringan komputer anda. Ini adalah tulisan mengenai metode untuk menerapkan serangkaian proses bisnis yang superior di perusahaan anda - serangkaian proses bisnis yang akan memberi keunggulan daya saing (competitive advantage).
Mungkin anda berpikir, "Lho? Judul tulisan ini kan ERP? Mana mungkin tulisan ini bukan mengenai software?"
Lebih jauh, tidak semua konsep-konsep bisnis ERP tercakup dalam paket Enterprise Software (ES) standar. Demikian juga sebaliknya, dalam paket ES standar terdapat proses-proses bisnis yang bukan bagian dari ERP. Gambar 1-1 menunjukan perbedaan-perbedaan tersebut. Area sisi kanan dalam gambar adalah fungsi-fungsi ES yang bukan bagian dari ERP; area sisi kiri adalah fungsi-fungsi ERP yang tidak tercakup dalam paket ES standar; area tengah adalah irisan dari kedua kondisi sebelumnya yaitu fungsi-fungsi ERP yang memang tercakup dalam Enterprise Software.
Lebih jauh, tidak semua konsep-konsep bisnis ERP tercakup dalam paket Enterprise Software (ES) standar. Demikian juga sebaliknya, dalam paket ES standar terdapat proses-proses bisnis yang bukan bagian dari ERP. Gambar 1-1 menunjukan perbedaan-perbedaan tersebut. Area sisi kanan dalam gambar adalah fungsi-fungsi ES yang bukan bagian dari ERP; area sisi kiri adalah fungsi-fungsi ERP yang tidak tercakup dalam paket ES standar; area tengah adalah irisan dari kedua kondisi sebelumnya yaitu fungsi-fungsi ERP yang memang tercakup dalam Enterprise Software.
Apakah Enterprise Resource Planning dan Apa Kegunaannya?
Enterprise Resource Planning (ERP) dan pendahulunya, Manufacturing Resource Planning (MRP II), memungkinkan terjadinya kemajuan yang sangat besar dalam manajemen proses-proses manufakturing. ERP juga salah satu faktor penyumbang pada performa ekonomi Amerika yang luar biasa pada era 1990-an. Tidak diragukan bahwa ERP adalah tonggak sejarah dalam proses industri. Secara garis besar, ERP bisa digambarkan sebagai:
Perkakas manajemen yang menyeimbangkan persediaan dan permintaan perusahaan secara menyeluruh, erkemampuan untuk menghubungkan pelanggan dan supplier dalam satu kesatuan rantai ketersediaan, engadopsi proses-proses bisnis yang telah terbukti dalam pengambilan keputusan, dan engintegrasikan seluruh bagian fungsional perusahaan; sales, marketing, manufacturing, operations, logistics, purchasing, finance, new product development, dan human resources; sehingga bisnis dapat berjalan dengan tingkat pelayanan pelanggan dan produktifitas yang tinggi, biaya dan inventory yang lebih rendah, dan menyediakan dasar untuk e-commerce yang efektif.
Berikut beberapa contoh bagus mengenai penerapan ERP di berbagai perusahaan.
Enterprise Resource Planning membantu sebuah perusahaan menaikan 20% tingkat penjualannya di tengah industri yang sedang menurun. Wakil presiden bidang penjualan menjelaskan, "Kita berhasil menangkap bisnis dari saingan-saingan kita. Berkat ERP, kini kita dapat mengirim lebih cepat dari mereka dan tepat waktu."
Enterprise Resource Planning membantu sebuah perusahaan Fortune 50 dalam mencapai penghematan biaya yang sangat besar dan mendapatkan keunggulan daya saing yang signifikan. Wakil presiden bidang logistik menyatakan, "ERP menyediakan kunci untuk menjadi perusahaan global. Keputusan dapat diambil dengan data yang akurat dan dengan proses yang menghubungkan demand dan supply di berbagai belahan dunia. Perubahan ini bernilai miliaran bagi kami dalam penjualan di seluruh dunia."
www.erpweaver.com/index.php?option=com_content&task=view&id=12&Itemid=2 - 17k –
Ditulis oleh Admin
Ini bukan tulisan mengenai piranti lunak (software). Untuk menegaskan, ini bukanlah tulisan panduan untuk memilih software dan proses instalasi nya pada jaringan komputer anda. Ini adalah tulisan mengenai metode untuk menerapkan serangkaian proses bisnis yang superior di perusahaan anda - serangkaian proses bisnis yang akan memberi keunggulan daya saing (competitive advantage).
Mungkin anda berpikir, "Lho? Judul tulisan ini kan ERP? Mana mungkin tulisan ini bukan mengenai software?"
Lebih jauh, tidak semua konsep-konsep bisnis ERP tercakup dalam paket Enterprise Software (ES) standar. Demikian juga sebaliknya, dalam paket ES standar terdapat proses-proses bisnis yang bukan bagian dari ERP. Gambar 1-1 menunjukan perbedaan-perbedaan tersebut. Area sisi kanan dalam gambar adalah fungsi-fungsi ES yang bukan bagian dari ERP; area sisi kiri adalah fungsi-fungsi ERP yang tidak tercakup dalam paket ES standar; area tengah adalah irisan dari kedua kondisi sebelumnya yaitu fungsi-fungsi ERP yang memang tercakup dalam Enterprise Software.
Lebih jauh, tidak semua konsep-konsep bisnis ERP tercakup dalam paket Enterprise Software (ES) standar. Demikian juga sebaliknya, dalam paket ES standar terdapat proses-proses bisnis yang bukan bagian dari ERP. Gambar 1-1 menunjukan perbedaan-perbedaan tersebut. Area sisi kanan dalam gambar adalah fungsi-fungsi ES yang bukan bagian dari ERP; area sisi kiri adalah fungsi-fungsi ERP yang tidak tercakup dalam paket ES standar; area tengah adalah irisan dari kedua kondisi sebelumnya yaitu fungsi-fungsi ERP yang memang tercakup dalam Enterprise Software.
Apakah Enterprise Resource Planning dan Apa Kegunaannya?
Enterprise Resource Planning (ERP) dan pendahulunya, Manufacturing Resource Planning (MRP II), memungkinkan terjadinya kemajuan yang sangat besar dalam manajemen proses-proses manufakturing. ERP juga salah satu faktor penyumbang pada performa ekonomi Amerika yang luar biasa pada era 1990-an. Tidak diragukan bahwa ERP adalah tonggak sejarah dalam proses industri. Secara garis besar, ERP bisa digambarkan sebagai:
Perkakas manajemen yang menyeimbangkan persediaan dan permintaan perusahaan secara menyeluruh, erkemampuan untuk menghubungkan pelanggan dan supplier dalam satu kesatuan rantai ketersediaan, engadopsi proses-proses bisnis yang telah terbukti dalam pengambilan keputusan, dan engintegrasikan seluruh bagian fungsional perusahaan; sales, marketing, manufacturing, operations, logistics, purchasing, finance, new product development, dan human resources; sehingga bisnis dapat berjalan dengan tingkat pelayanan pelanggan dan produktifitas yang tinggi, biaya dan inventory yang lebih rendah, dan menyediakan dasar untuk e-commerce yang efektif.
Berikut beberapa contoh bagus mengenai penerapan ERP di berbagai perusahaan.
Enterprise Resource Planning membantu sebuah perusahaan menaikan 20% tingkat penjualannya di tengah industri yang sedang menurun. Wakil presiden bidang penjualan menjelaskan, "Kita berhasil menangkap bisnis dari saingan-saingan kita. Berkat ERP, kini kita dapat mengirim lebih cepat dari mereka dan tepat waktu."
Enterprise Resource Planning membantu sebuah perusahaan Fortune 50 dalam mencapai penghematan biaya yang sangat besar dan mendapatkan keunggulan daya saing yang signifikan. Wakil presiden bidang logistik menyatakan, "ERP menyediakan kunci untuk menjadi perusahaan global. Keputusan dapat diambil dengan data yang akurat dan dengan proses yang menghubungkan demand dan supply di berbagai belahan dunia. Perubahan ini bernilai miliaran bagi kami dalam penjualan di seluruh dunia."
www.erpweaver.com/index.php?option=com_content&task=view&id=12&Itemid=2 - 17k –
Enterprise Resources Planning II
Enterprise Resource Planning (ERP):
Mengintegrasikan Data, Meningkatkan Kinerja
Ketika perusahaan semakin tumbuh dan berkembang, kehadiran solusi aplikasi yang memungkinkan integrasi data dan informasi menjadi sebuah keharusan. Solusi aplikasi ERP dapat menjadi jawaban untuk menjawab kebutuhan tersebut.
ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP) merupakan solusi aplikasi yang mampu mengintegrasikan berbagai divisi atau unit di dalam perusahaan berdasarkan proses bisnis yang dikehendaki. Tujuan penerapan ERP di perusahaan adalah terciptanya optimalisasi dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki perusahaan, misalnya dalam hal informasi, biaya, tenaga kerja, material, bahan baku, mesin-mesin produksi, produk jadi, dan lain sebagainya. Sedangkan proses bisnis yang dimaksud di sini, antara lain, proses pengadaan, penyimpanan, distribusi, pemasaran, penjualan, perencanaan, dan sebagainya.
Dalam berbagai skala dan jenis industri, pengelolaan dan strategi yang baik terhadap penerapan solusi aplikasi ERP akan mendatangkan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Implementasi ERP secara efektif akan membuat proses bisnis di dalam perusahaan menjadi lebih cepat, efisien, dan murah. Namun agar perusahaan mampu menerapkan ERP secara efektif, dituntut kemauan dan upaya sungguh-sungguh dari jajaran manajemen dan karyawan perusahaan dalam penerapannya – termasuk dalam menyiapkan sikap dan perubahan budaya kerja setelah implementasi ERP dilakukan.
Implementasi Solusi ERP
Aplikasi ERP pada dasarnya bekerja berdasarkan proses yang berkaitan dengan mekanisme penciptaan informasi dan penyebarannya ke berbagai entitas organisasi yang membutuhkannya. Ambil contoh implementasi solusi ERP untuk mengitegrasikan lini produksi, pemasaran dan akuntasi pada PT Sinar Sosro yang memproduksi minuman Teh Botol Sosro. Dari proses yang serba manual Sosro menerapkan sistem informasi perusahaan terpadu berbasis teknologi informasi ini. Hasilnya, pengambilan keputusan menjadi lebih cepat karena ditunjang data – mulai dari data permintaan pasar, persediaan barang hingga produksi – yang mutakhir dan akurat. Kinerja produksi dan penjualannya terus melejit sementara biaya bisa ditekan.
Tentu saja, di balik keberhasilan ini, ada kerja keras dan dukungan teknologi informasi untuk mendistribusikan produknya ke seluruh wilayah Nusantara secara berkesinambungan – agar para penggemar fanatiknya tak sampai kecewa karena kehabisan minuman kegemarannya ini.
Untuk memperlancar proses distribusi produk minumannya, Sosro mempunyai sejumlah pabrik, kantor perwakilan wilayah, hingga unit penjualan. “Saat ini, Sosro memiliki delapan pabrik dan sembilan kantor perwakilan,” jelas Hugo Winanto, manajer TI PT Sinar Sosro. Pabrik Sosro tersebar di Medan, Jakarta, Pandeglang, beberapa kota di Jateng, Jatim, dan Kalimantan. Sementara pemasaran dan distribusi dilakukan melalui kantor penjualan, kantor perwakilan penjualan, hingga stockist (gudang penyimpanan) yang tersebar di banyak kota.
Mengelola begitu banyak unit yang berbagai di berbagai lokasi terpisah jelas bukan hal mudah. Untuk itu Sosro sudah sejak lama memanfaatkan TI. Namun sistem TI yang digunakan perusahaan ini masih konvensional, berupa electronic data processing (EDP) yang masih dikelola di bawah bagian accounting. Perkembangan bisnis dan teknologi yang semakin cepat membuat manajemen Sosro sadar pentingnya layanan data dan informasi yang terintegrasi. Sejak itu, rencana untuk menggabungkan seluruh aktivitas EDP mulai dipikirkan dan dilakukan secara bertahap.
Rencana pun dibuat dengan matang. Cetak biru implementasi TI, khususnya dalam pemanfaatan solusi ERP (Enterprise Resources Planning) di Sosro disiapkan sejak 1999 dan mulai diterapkan pada 2000. Targetnya, pada 2005 bagian produksi dan distribusi harus sudah on-line. Sistem ERP yang dibangun manajemen Sosro ini juga memungkinkan akses data dari kantor cabang Sosro di luar negeri.
Setelah solusi ERP diterapkan, banyak perubahan mendasar yang terjadi di tingkatan operasi dan administrasi. “Dulu perlu waktu lama untuk sekadar mendapatkan data terbaru perusahaan, kini semua data bisa diperoleh dengan cepat,” ungkap Hugo. Proses konsolidasi antar pabrik dan antar unit distribusi pun bisa dijalankan secara efisien. “Kami bahkan mampu menargetkan sebelum tengah malam data dari seluruh unit produksi sudah masuk,” jelasnya. Dengan demikian manajemen di kantor pusat bisa mengetahui perkembangan yang terjadi di setiap pabrik sepanjang hari itu.
Salah satu kendala yang dihadapi perusahaan saat menerapkan solusi ERP adalah kesiapan SDM dalam menjalankan berbagai prosedur baru yang selaras dengan tujuan pencapaian efisiensi di perusahaan. Namun, jika solusi ini diimplementasikan dengan tahapan-tahapan yang pasti, disosialisasikan dengan baik, dan didukung sepenuhnya oleh jajaran manajemen dan karyawan, maka solusi ini mampu mengintegrasikan proses bisnis secara efektif dan efisien, sehingga kinerja perusahaan pun akan meningkat.
www3.lintasarta.net/content.asp?id=77 - 34k -
Mengintegrasikan Data, Meningkatkan Kinerja
Ketika perusahaan semakin tumbuh dan berkembang, kehadiran solusi aplikasi yang memungkinkan integrasi data dan informasi menjadi sebuah keharusan. Solusi aplikasi ERP dapat menjadi jawaban untuk menjawab kebutuhan tersebut.
ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP) merupakan solusi aplikasi yang mampu mengintegrasikan berbagai divisi atau unit di dalam perusahaan berdasarkan proses bisnis yang dikehendaki. Tujuan penerapan ERP di perusahaan adalah terciptanya optimalisasi dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki perusahaan, misalnya dalam hal informasi, biaya, tenaga kerja, material, bahan baku, mesin-mesin produksi, produk jadi, dan lain sebagainya. Sedangkan proses bisnis yang dimaksud di sini, antara lain, proses pengadaan, penyimpanan, distribusi, pemasaran, penjualan, perencanaan, dan sebagainya.
Dalam berbagai skala dan jenis industri, pengelolaan dan strategi yang baik terhadap penerapan solusi aplikasi ERP akan mendatangkan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Implementasi ERP secara efektif akan membuat proses bisnis di dalam perusahaan menjadi lebih cepat, efisien, dan murah. Namun agar perusahaan mampu menerapkan ERP secara efektif, dituntut kemauan dan upaya sungguh-sungguh dari jajaran manajemen dan karyawan perusahaan dalam penerapannya – termasuk dalam menyiapkan sikap dan perubahan budaya kerja setelah implementasi ERP dilakukan.
Implementasi Solusi ERP
Aplikasi ERP pada dasarnya bekerja berdasarkan proses yang berkaitan dengan mekanisme penciptaan informasi dan penyebarannya ke berbagai entitas organisasi yang membutuhkannya. Ambil contoh implementasi solusi ERP untuk mengitegrasikan lini produksi, pemasaran dan akuntasi pada PT Sinar Sosro yang memproduksi minuman Teh Botol Sosro. Dari proses yang serba manual Sosro menerapkan sistem informasi perusahaan terpadu berbasis teknologi informasi ini. Hasilnya, pengambilan keputusan menjadi lebih cepat karena ditunjang data – mulai dari data permintaan pasar, persediaan barang hingga produksi – yang mutakhir dan akurat. Kinerja produksi dan penjualannya terus melejit sementara biaya bisa ditekan.
Tentu saja, di balik keberhasilan ini, ada kerja keras dan dukungan teknologi informasi untuk mendistribusikan produknya ke seluruh wilayah Nusantara secara berkesinambungan – agar para penggemar fanatiknya tak sampai kecewa karena kehabisan minuman kegemarannya ini.
Untuk memperlancar proses distribusi produk minumannya, Sosro mempunyai sejumlah pabrik, kantor perwakilan wilayah, hingga unit penjualan. “Saat ini, Sosro memiliki delapan pabrik dan sembilan kantor perwakilan,” jelas Hugo Winanto, manajer TI PT Sinar Sosro. Pabrik Sosro tersebar di Medan, Jakarta, Pandeglang, beberapa kota di Jateng, Jatim, dan Kalimantan. Sementara pemasaran dan distribusi dilakukan melalui kantor penjualan, kantor perwakilan penjualan, hingga stockist (gudang penyimpanan) yang tersebar di banyak kota.
Mengelola begitu banyak unit yang berbagai di berbagai lokasi terpisah jelas bukan hal mudah. Untuk itu Sosro sudah sejak lama memanfaatkan TI. Namun sistem TI yang digunakan perusahaan ini masih konvensional, berupa electronic data processing (EDP) yang masih dikelola di bawah bagian accounting. Perkembangan bisnis dan teknologi yang semakin cepat membuat manajemen Sosro sadar pentingnya layanan data dan informasi yang terintegrasi. Sejak itu, rencana untuk menggabungkan seluruh aktivitas EDP mulai dipikirkan dan dilakukan secara bertahap.
Rencana pun dibuat dengan matang. Cetak biru implementasi TI, khususnya dalam pemanfaatan solusi ERP (Enterprise Resources Planning) di Sosro disiapkan sejak 1999 dan mulai diterapkan pada 2000. Targetnya, pada 2005 bagian produksi dan distribusi harus sudah on-line. Sistem ERP yang dibangun manajemen Sosro ini juga memungkinkan akses data dari kantor cabang Sosro di luar negeri.
Setelah solusi ERP diterapkan, banyak perubahan mendasar yang terjadi di tingkatan operasi dan administrasi. “Dulu perlu waktu lama untuk sekadar mendapatkan data terbaru perusahaan, kini semua data bisa diperoleh dengan cepat,” ungkap Hugo. Proses konsolidasi antar pabrik dan antar unit distribusi pun bisa dijalankan secara efisien. “Kami bahkan mampu menargetkan sebelum tengah malam data dari seluruh unit produksi sudah masuk,” jelasnya. Dengan demikian manajemen di kantor pusat bisa mengetahui perkembangan yang terjadi di setiap pabrik sepanjang hari itu.
Salah satu kendala yang dihadapi perusahaan saat menerapkan solusi ERP adalah kesiapan SDM dalam menjalankan berbagai prosedur baru yang selaras dengan tujuan pencapaian efisiensi di perusahaan. Namun, jika solusi ini diimplementasikan dengan tahapan-tahapan yang pasti, disosialisasikan dengan baik, dan didukung sepenuhnya oleh jajaran manajemen dan karyawan, maka solusi ini mampu mengintegrasikan proses bisnis secara efektif dan efisien, sehingga kinerja perusahaan pun akan meningkat.
www3.lintasarta.net/content.asp?id=77 - 34k -
Enterprise Resources Planning I
Enterprise Resource Planning (ERP)
Sistem ERP adalah sebuah terminologi yang secara de facto adalah aplikasi
yang dapat mendukung transaksi atau operasi sehari-hari yang berhubungan
dengan pengelolaan sumber daya sebuah perusahaan, seperti dana, manusia,
mesin, suku cadang, waktu, material dan kapasitas.
Sistem ERP dibagi atas beberapa sub-sistem yaitu sistem Financial, sistem
Distribusi, sistem Manufaktur, sistem Maintenance dan sistem Human Resource.
Untuk mengetahui bagaimana sistem ERP dapat membantu sistem operasi bisnis
kita, mari kita perhatikan suatu kasus kecil seperti di bawah ini:
Katakanlah kita menerima order untuk 100 unit Produk A. Sistem ERP akan
membantu kita menghitung berapa yang dapat diproduksi berdasarkan segala
keterbatasan sumber daya yang ada pada kita saat ini. Apabila sumber daya
tersebut tidak mencukupi, sistem ERP dapat menghitung berapa lagi sumberdaya
yang diperlukan, sekaligus membantu kita dalam proses pengadaannya. Ketika
hendak mendistribusikan hasil produksi, sistem ERP juga dapat menentukan
cara pemuatan dan pengangkutan yang optimal kepada tujuan yang ditentukan
pelanggan. Dalam proses ini, tentunya segala aspek yang berhubungan dengan
keuangan akan tercatat dalam sistem ERP tersebut termasuk menghitung berapa
biaya produksi dari 100 unit tersebut.
Dapat kita lihat bahwa data atau transaksi yang dicatat pada satu
fungsi/bagian sering digunakan oleh fungsi/bagian yang lain. Misalnya daftar
produk bisa dipakai oleh bagian pembelian, bagian perbekalan, bagian
produksi, bagian gudang, bagian pengangkutan, bagian keuangan dan
sebagainya. Oleh karena itu, unsur 'integrasi' itu sangat penting dan
merupakan tantangan besar bagi vendor vendor sistem ERP.
Pada prinsipnya, dengan sistem ERP sebuah industri dapat dijalankan secara
optimal dan dapat mengurangi biaya-biaya operasional yang tidak efisien
seperti biaya inventory (slow moving part, dll.), biaya kerugian akibat
'machine fault' dll. Dinegara-negara maju yang sudah didukung oleh
infrastruktur yang memadaipun, mereka sudah dapat menerapkan konsep JIT
(Just-In-Time). Di sini, segala sumberdaya untuk produksi benar-benar
disediakan hanya pada saat diperlukan (fast moving).
Termasuk juga penyedian suku cadang untuk maintenance, jadwal perbaikan
(service) untuk mencegah terjadinya machine fault, inventory, dsb.
Bagi industri yang memerlukan efisiensi dan komputerisasi dari segi
penjualan, maka ada tambahan bagi konsep ERP yang bernama Sales Force
Automation (SFA). Sistem ini merupakan suatu bagian
penting dari suatu rantai pengadaan (Supply Chain) ERP. Pada dasarnya, Sales
yang dilengkapi dengan SFA dapat bekerja lebih efisien karena semua
informasi mengenai suatu pelanggan atau
produk yang dipasarkan ada di databasenya.
Khusus untuk industri yang bersifat assemble-to-order atau make-to-order
seperti industri pesawat, perkapalan, automobil, truk dan industri berat
lainnya, sistem ERP dapat juga dilengkapi dengan Sales Configuration System
(SCS). Dengan SCS, Sales dapat memberikan penawaran serta proposal yang
dilengkapi dengan gambar, spesifikasi, harga berdasarkan keinginan/pesanan
pelanggan. Misalnya saja seorang calon pelanggan menelpon untuk mendapatkan
tawaran sebuah mobil dengan berbagai kombinasi yang mencakup warna biru,
roda racing, mesin V6 dengan spoiler sport dan lain-lain. Dengan SCS, Sales
dapat menberikan harga mobil dengan kombinasi tersebut pada saat itu juga.
Sistem ERP dirancang berdasarkan proses bisnis yang dianggap 'best practice'
proses umum yang paling layak di tiru. Misalnya, bagaimana proses umum
yang sebenarnya berlaku untuk pembelian (purchasing), penyusunan stok di
gudang dan sebagainya.
Untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari sistem ERP, maka
industri kita juga haurs mengikuti 'best practice process' (proses umum
terbaik) yang berlaku. Disini banyak timbul masalah dan tantangan bagi
industri kita di Indonesia. Tantangannya misalnya, bagaimana merubah proses
kerja kita menjadi sesuai dengan proses kerja yang dihendaki oleh sistem
ERP, atau, merubah sistem ERP untuk menyesuaikan proses kerja kita.
Proses penyesuaian itu sering disebut sebagai proses Implementasi. Jika
dalam kegiatan implementasi diperlukan perubahan proses kerja yang cukup
mendasar, maka perusahaan ini harus melakukan Business Process Reengineering
(BPR) yang dapat memakan waktu berbulan bulan.
Sebagai kesimpulan, sistem ERP adalah paket software yang sangat dibutuhkan
untuk mengelola sebuah industri secara efisien dan produktif. Secara de
facto, sistem ERP harus menyentuh segala aspek sumber daya perusahaan yaitu
dana, manusia, waktu, material dan kapasitas. Untuk lebih meningkatkan kemapuan
Sistem ERP perlu ditambah modul CRM, SRM, PLM dan juga Project Management.
Karena sistem ERP dirancang dengan suatu proses kerja 'best practice',
maka hal ini merupakan tantangan implementor ERP untuk melakukan implementasi
sistem ERP di suatu perusahaan.
Modul-modul Enterprise Resource Planning (ERP) Systems :
1. Item Master Management (IMM)
2. Bill Of Material (BOM)
3. Demand Management (DM)
4. Sales and Order Management (SOM)
5. Master Production Scheduling (MPS)
6. Material Requirements Planning (MRP)
7. Capacity Requirement Planning
8. Inventory Mangement (INV)
9. Shop Floor Control (SFC)
10. Purchasing Management (PUR)
11. General Ledger (GL)
12. Account Payable (AP)
13. Account Receivable (AR)
14. Cost Control (CO)
15. Financial Reporting (FIR)
rsteve.sitompul.net/index.php?/archives/211-Modul-Enterprise-Resource-Planning-ERP.html - 43k –
Sistem ERP adalah sebuah terminologi yang secara de facto adalah aplikasi
yang dapat mendukung transaksi atau operasi sehari-hari yang berhubungan
dengan pengelolaan sumber daya sebuah perusahaan, seperti dana, manusia,
mesin, suku cadang, waktu, material dan kapasitas.
Sistem ERP dibagi atas beberapa sub-sistem yaitu sistem Financial, sistem
Distribusi, sistem Manufaktur, sistem Maintenance dan sistem Human Resource.
Untuk mengetahui bagaimana sistem ERP dapat membantu sistem operasi bisnis
kita, mari kita perhatikan suatu kasus kecil seperti di bawah ini:
Katakanlah kita menerima order untuk 100 unit Produk A. Sistem ERP akan
membantu kita menghitung berapa yang dapat diproduksi berdasarkan segala
keterbatasan sumber daya yang ada pada kita saat ini. Apabila sumber daya
tersebut tidak mencukupi, sistem ERP dapat menghitung berapa lagi sumberdaya
yang diperlukan, sekaligus membantu kita dalam proses pengadaannya. Ketika
hendak mendistribusikan hasil produksi, sistem ERP juga dapat menentukan
cara pemuatan dan pengangkutan yang optimal kepada tujuan yang ditentukan
pelanggan. Dalam proses ini, tentunya segala aspek yang berhubungan dengan
keuangan akan tercatat dalam sistem ERP tersebut termasuk menghitung berapa
biaya produksi dari 100 unit tersebut.
Dapat kita lihat bahwa data atau transaksi yang dicatat pada satu
fungsi/bagian sering digunakan oleh fungsi/bagian yang lain. Misalnya daftar
produk bisa dipakai oleh bagian pembelian, bagian perbekalan, bagian
produksi, bagian gudang, bagian pengangkutan, bagian keuangan dan
sebagainya. Oleh karena itu, unsur 'integrasi' itu sangat penting dan
merupakan tantangan besar bagi vendor vendor sistem ERP.
Pada prinsipnya, dengan sistem ERP sebuah industri dapat dijalankan secara
optimal dan dapat mengurangi biaya-biaya operasional yang tidak efisien
seperti biaya inventory (slow moving part, dll.), biaya kerugian akibat
'machine fault' dll. Dinegara-negara maju yang sudah didukung oleh
infrastruktur yang memadaipun, mereka sudah dapat menerapkan konsep JIT
(Just-In-Time). Di sini, segala sumberdaya untuk produksi benar-benar
disediakan hanya pada saat diperlukan (fast moving).
Termasuk juga penyedian suku cadang untuk maintenance, jadwal perbaikan
(service) untuk mencegah terjadinya machine fault, inventory, dsb.
Bagi industri yang memerlukan efisiensi dan komputerisasi dari segi
penjualan, maka ada tambahan bagi konsep ERP yang bernama Sales Force
Automation (SFA). Sistem ini merupakan suatu bagian
penting dari suatu rantai pengadaan (Supply Chain) ERP. Pada dasarnya, Sales
yang dilengkapi dengan SFA dapat bekerja lebih efisien karena semua
informasi mengenai suatu pelanggan atau
produk yang dipasarkan ada di databasenya.
Khusus untuk industri yang bersifat assemble-to-order atau make-to-order
seperti industri pesawat, perkapalan, automobil, truk dan industri berat
lainnya, sistem ERP dapat juga dilengkapi dengan Sales Configuration System
(SCS). Dengan SCS, Sales dapat memberikan penawaran serta proposal yang
dilengkapi dengan gambar, spesifikasi, harga berdasarkan keinginan/pesanan
pelanggan. Misalnya saja seorang calon pelanggan menelpon untuk mendapatkan
tawaran sebuah mobil dengan berbagai kombinasi yang mencakup warna biru,
roda racing, mesin V6 dengan spoiler sport dan lain-lain. Dengan SCS, Sales
dapat menberikan harga mobil dengan kombinasi tersebut pada saat itu juga.
Sistem ERP dirancang berdasarkan proses bisnis yang dianggap 'best practice'
proses umum yang paling layak di tiru. Misalnya, bagaimana proses umum
yang sebenarnya berlaku untuk pembelian (purchasing), penyusunan stok di
gudang dan sebagainya.
Untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari sistem ERP, maka
industri kita juga haurs mengikuti 'best practice process' (proses umum
terbaik) yang berlaku. Disini banyak timbul masalah dan tantangan bagi
industri kita di Indonesia. Tantangannya misalnya, bagaimana merubah proses
kerja kita menjadi sesuai dengan proses kerja yang dihendaki oleh sistem
ERP, atau, merubah sistem ERP untuk menyesuaikan proses kerja kita.
Proses penyesuaian itu sering disebut sebagai proses Implementasi. Jika
dalam kegiatan implementasi diperlukan perubahan proses kerja yang cukup
mendasar, maka perusahaan ini harus melakukan Business Process Reengineering
(BPR) yang dapat memakan waktu berbulan bulan.
Sebagai kesimpulan, sistem ERP adalah paket software yang sangat dibutuhkan
untuk mengelola sebuah industri secara efisien dan produktif. Secara de
facto, sistem ERP harus menyentuh segala aspek sumber daya perusahaan yaitu
dana, manusia, waktu, material dan kapasitas. Untuk lebih meningkatkan kemapuan
Sistem ERP perlu ditambah modul CRM, SRM, PLM dan juga Project Management.
Karena sistem ERP dirancang dengan suatu proses kerja 'best practice',
maka hal ini merupakan tantangan implementor ERP untuk melakukan implementasi
sistem ERP di suatu perusahaan.
Modul-modul Enterprise Resource Planning (ERP) Systems :
1. Item Master Management (IMM)
2. Bill Of Material (BOM)
3. Demand Management (DM)
4. Sales and Order Management (SOM)
5. Master Production Scheduling (MPS)
6. Material Requirements Planning (MRP)
7. Capacity Requirement Planning
8. Inventory Mangement (INV)
9. Shop Floor Control (SFC)
10. Purchasing Management (PUR)
11. General Ledger (GL)
12. Account Payable (AP)
13. Account Receivable (AR)
14. Cost Control (CO)
15. Financial Reporting (FIR)
rsteve.sitompul.net/index.php?/archives/211-Modul-Enterprise-Resource-Planning-ERP.html - 43k –
Intetelegent Artificial II
Artificial Intellegence
Apakah AI itu?
Ada beberapa definisi yang diajukan oleh para ahli mengenai Artificial Intellegence. Salah satu definisi yang cukup jelas adalah :
Artificial Intellegence adalah sebagian dari komputer sains yang mempelajari (dalam arti merancang) sistem komputer yang berintelegensi, yaitu sistem yang memiliki karakteristik berpikir seperti manusia. (Avron Barr dan Edward E. Feigenbaum dalam bukunya "The handbook of AI").
Sementara ini komputer memang sudah sangat pandai dalam menghitung atau proses numerik. Kehebatan lainnya adalah kemampuan menyimpan data dan kemampuan mengerjakan operasi yang berulang dengan cepat dan tidak bosan-bosannya. Sejauh itu komputer belum memiliki intelegensi. Dimana dalam intelegensi ini terdapat komponen yang paling vital yang tidak dimiliki oleh komputer, yaitu ‘common sense’. Sense = kemengertian; common = umum. Secara sederhana, common sense adalah sesuatu yang membuat kita tidak sekedar memproses informasi, namun kita mengerti informasi tersebut. Kemengertian ini dimiliki oleh umum atau semua orang (normal), jadi disebut ‘kemengertian umum’.
Bagaimana caranya kita dapat membuat komputer yang berintelegensi ?
Bila kita melihat perbandingan antara otak manusia dengan mikroprosesor (otak komputer) pada tabel yang pernah digambarkan oleh Prof. Samaun Samadikun, otak manusia ‘kalah’ dalam hal waktu tunda propagasi, oleh karena itu manusia kalah dalam kecepatan perhitungan numerik. Dalam aspek lainnya otak manusia jauh di atas angin, terutama dalam tata letak dan jumlah elemennya. Sedangkan metoda pemrosesan secara paralel dalam komputer kini sudah dikembangkan untuk menggantikan kedudukan metoda pemrosesan yang diperkenalkan oleh Jon von Neumann, yaitu metoda pemrosesan sekuensial.
Lay Out
Jumlah device
Volume
Kerapatan
Disipasi daya
Fan in
Waktu tunda propagasi
Arsitektur
Bahan dasar Mikroprosesor
Dua Dimensi
± 5 juta transistor
± 0,01 cm3
50 juta device/cm3
7 watt
<10
10 nanodetik/gate
Von Neumann
Silicon Otak Manusia
Tiga dimensi
± 10 milyar neuron
1000 cm3
10 juta device/cm3
10 watt
1 s/d 100 ribu
1 milidetik/neuron
non Von Neumann
Organik
Sekarang ini Artificial Intellegence, dalam usahanya menirukan intelegensi manusia, belum mengadakan pendekatan dalam bentuk fisiknya melainkan dari sisi yang lain. Pertama-tama diadakan studi mengenai teori dasar mekanisme proses terjadinya intelegensi. Bidang ini disebut ‘Cognitive Science’. Dari teori dasar ini dibuatlah suatu model untuk disimulasikan pada komputer. Model ini masih mempunyai unsur pendugaan yang hasilnya nanti harus dites keabsahannya terhadap teori dasar yang mendukungnya tadi, apakah sudah dapat menirukan intelegensi atau belum.
Simbolik dan Non-Algoritmik
Bila kita melihat bagaimana cara kerja komputer modern sekarang ini yang belum berlandaskan AI. Mula-mula kita memberikan suatu program. Lalu, komputer akan mengerjakan dengan proses secara numerik setahap demi setahap setiap instruksi dari awal sampai akhir sesuai dengan program yang kita berikan. Di sini ada dua hal penting yang berbeda dengan cara kerja otak manusia. Pertama, komputer memproses secara numerik, sedangkan manusia cenderung memproses secara simbolik. Manusia memanipulasi simbol-simbol, sehingga ia bisa menurunkan rumus-rumus, suatu kemampuan yang belum dimiliki komputer. Dapat kita rasakan kapan kita berpikir dengan cara memanipulasi bilangan, tentu saja hanya ketika menghitung saja, selebihnya kita selalu memanipulasi simbol. Kedua, komputer memproses secara algoritmik, yaitu setahap demi setahap mengikuti suatu prosedur yang menuju suatu solusi. Sedangkan proses intelegensi lebih dari sekedar mengikuti prosedur yang setahap demi setahap, non-algoritmik. Arsitektur komputer konvensional memang dibuat untuk dapat memproses setahap demi setahap, dan bahasa-bahasa pemrogramannya juga berlandaskan algoritma. Bahasa-bahasa demikian disebut bahasa prosedural, misalnya Basic, Pascal, C, dan sejenisnya. Di lain pihak, AI tidak menggunakan bahasa prosedural, melainkan bahasa deklaratif. Dalam bahasa deklaratif, misalnya PROLOG, yang perlu adalah kita memberikan sejumlah fakta dan aturan-aturan yang mengkaitkan fakta tersebut, ia akan memecahkan masalah secara deduktif.
Metoda memproses informasi dalam AI adalah heuristik. Heuristik adalah petunjuk praktis yang membantu kita untuk memutuskan apa yang akan kita lakukan. Dengan heuristik kita tidak perlu berpikir secara lengkap dalam menghadapi masalah-masalah. Sadar atau tidak sadar kita seringkali menggunakan heuristik. Jika kita memegang suatu petunjuk praktis untuk menghadapi suatu situasi, kita akan dapat bertindak.
Pemrosesan Simbol
Telah disebutkan bahwa bahasa pemrograman AI harus berdasarkan bahasa yang memproses simbol. Bahasa pemroses simbol yang populer adalah LISP (List Processor). Yang sangat penting dalam pemrosesan simbol adalah konsep asosiasi. Dalam pikiran, kita membuat relasi antar kelompok-kelompok simbol yang satu dengan yang lain, dengan kata lain kita membuat asosiasi. Dalam LISP asosiasi antara simbol dilaksanakan dengan membentuk suatu struktur yang diberi nama list. Sebuah list terdiri dari sekelompok sel. Setiap sel terdiri dari dua bagian. Bagian awal berisi simbol, bagian lain berisi pointer yang berfungsi menghubungkan sel ini dengan sel yang lain. Dalam list yang lebih kompleks sel-sel dapat terdiri hanya dari pointer-pointer yang menghubungkan dia dengan sel lainnya.
Satu keistimewaan dengan menggunakan struktur list adalah kita tidak perlu tahu besarnya data ketika kita menulis program. Bahasa konvensional mengharuskan kita memesan suatu blok memori untuk menyimpan sejumlah data. Dalam list setiap sel dapat menunjukkan sel lain, sehingga besarnya data dapat berubah-ubah, dengan kata lain LISP memproses secara dinamik. Keistimewaan lain adalah mengerjakan secara rekursif. Sebuah list adalah sederetan elemen-elemen, dimana elemen ini boleh juga adalah list. Sehingga, sebuah list adalah sederetan list. Rekursif adalah istilah untuk definisi yang didalamnya terdapat kata yang didefinisikan. Contoh populer dari proses rekursif adalah pengerjaan faktorial. Faktorial mengikuti dua definisi :
o Faktorial satu adalah satu.
o Faktorial bilangan bulat adalah bilangan itu dikali faktorial bilangan bulat sebelum itu
Untuk menghitung faktorial sebuah bilangan harus dikerjakan dahulu faktorial "bilangan sebelum itu", dan seterusnya. Akhirnya akan berjumpa dengan faktorial satu yang adalah satu. Bahasa-bahasa lain dalam AI adalah :
o PROLOG, dari Universitas Marseiles
o POP-2, dari Universitas Edinburg
o SAIL, dari Universitas Stanford
o Smalltalk, dari Xerox PARC
Bidang-bidang AI
Ada beberapa bidang yang menjadi penyelidikan AI :
1. Expert System
Expert System adalah program komputer yang didisain untuk berlaku sebagai seorang ahli dalam suatu bidang khusus. Namun sekarang ini Expert System ‘hanya’ digunakan untuk membantu para ahli dalam memecahkan suatu masalah. Bahkan banyak orang yang tidak percaya bahwa Expert System dapat menggantikan para ahli, karena harus sedemikian banyaknya pengetahuan yang harus dimiliki oleh Expert System.
2. Natural Language Processing (NLP)
NLP dimaksudkan untuk mengenal makna dari bentuk kalimat yang berbeda-beda. Selain mampu mengerti bahasa kita sehari-hari, NLP juga mencakup kemampuan membentuk kalimat dalam bahasa sehari-hari
3. Speech Recognition
Dengan speech recognition ini suatu komputer dapat mengenali suara kita, dan sekaligus bisa membedakan berbagai macam bentuk sinyal
4. Computer Vision
Kalau kita melihat, sebenarnya bukan hanya melihat, tapi kita juga tahu apa yang kita lihat. Komputer yang berintelegensi juga harus mempunyai kemampuan ini.
5. Robotic
Robot adalah mesin yang dapat diprogram untuk melaksanakan tugas-tugas mekanik. Robot yang berintelegensi dapat memberi respon terhadap perubahan lingkungan.
6. Intelligent Computer Assisted Instruction
Komputer dimaksudkan untuk membantu dalam pendidikan, sehingga dapat mengajar dengan cara sesuai keadaan pelajar
7. Automatic Programming
Komputer dapat membuat program sendiri sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh programmer.
8. Planning and Decision Support
Komputer ini khusus membantu manager secara aktif dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.
www.elektroindonesia.com/elektro/el0400c.html - 13k -
Apakah AI itu?
Ada beberapa definisi yang diajukan oleh para ahli mengenai Artificial Intellegence. Salah satu definisi yang cukup jelas adalah :
Artificial Intellegence adalah sebagian dari komputer sains yang mempelajari (dalam arti merancang) sistem komputer yang berintelegensi, yaitu sistem yang memiliki karakteristik berpikir seperti manusia. (Avron Barr dan Edward E. Feigenbaum dalam bukunya "The handbook of AI").
Sementara ini komputer memang sudah sangat pandai dalam menghitung atau proses numerik. Kehebatan lainnya adalah kemampuan menyimpan data dan kemampuan mengerjakan operasi yang berulang dengan cepat dan tidak bosan-bosannya. Sejauh itu komputer belum memiliki intelegensi. Dimana dalam intelegensi ini terdapat komponen yang paling vital yang tidak dimiliki oleh komputer, yaitu ‘common sense’. Sense = kemengertian; common = umum. Secara sederhana, common sense adalah sesuatu yang membuat kita tidak sekedar memproses informasi, namun kita mengerti informasi tersebut. Kemengertian ini dimiliki oleh umum atau semua orang (normal), jadi disebut ‘kemengertian umum’.
Bagaimana caranya kita dapat membuat komputer yang berintelegensi ?
Bila kita melihat perbandingan antara otak manusia dengan mikroprosesor (otak komputer) pada tabel yang pernah digambarkan oleh Prof. Samaun Samadikun, otak manusia ‘kalah’ dalam hal waktu tunda propagasi, oleh karena itu manusia kalah dalam kecepatan perhitungan numerik. Dalam aspek lainnya otak manusia jauh di atas angin, terutama dalam tata letak dan jumlah elemennya. Sedangkan metoda pemrosesan secara paralel dalam komputer kini sudah dikembangkan untuk menggantikan kedudukan metoda pemrosesan yang diperkenalkan oleh Jon von Neumann, yaitu metoda pemrosesan sekuensial.
Lay Out
Jumlah device
Volume
Kerapatan
Disipasi daya
Fan in
Waktu tunda propagasi
Arsitektur
Bahan dasar Mikroprosesor
Dua Dimensi
± 5 juta transistor
± 0,01 cm3
50 juta device/cm3
7 watt
<10
10 nanodetik/gate
Von Neumann
Silicon Otak Manusia
Tiga dimensi
± 10 milyar neuron
1000 cm3
10 juta device/cm3
10 watt
1 s/d 100 ribu
1 milidetik/neuron
non Von Neumann
Organik
Sekarang ini Artificial Intellegence, dalam usahanya menirukan intelegensi manusia, belum mengadakan pendekatan dalam bentuk fisiknya melainkan dari sisi yang lain. Pertama-tama diadakan studi mengenai teori dasar mekanisme proses terjadinya intelegensi. Bidang ini disebut ‘Cognitive Science’. Dari teori dasar ini dibuatlah suatu model untuk disimulasikan pada komputer. Model ini masih mempunyai unsur pendugaan yang hasilnya nanti harus dites keabsahannya terhadap teori dasar yang mendukungnya tadi, apakah sudah dapat menirukan intelegensi atau belum.
Simbolik dan Non-Algoritmik
Bila kita melihat bagaimana cara kerja komputer modern sekarang ini yang belum berlandaskan AI. Mula-mula kita memberikan suatu program. Lalu, komputer akan mengerjakan dengan proses secara numerik setahap demi setahap setiap instruksi dari awal sampai akhir sesuai dengan program yang kita berikan. Di sini ada dua hal penting yang berbeda dengan cara kerja otak manusia. Pertama, komputer memproses secara numerik, sedangkan manusia cenderung memproses secara simbolik. Manusia memanipulasi simbol-simbol, sehingga ia bisa menurunkan rumus-rumus, suatu kemampuan yang belum dimiliki komputer. Dapat kita rasakan kapan kita berpikir dengan cara memanipulasi bilangan, tentu saja hanya ketika menghitung saja, selebihnya kita selalu memanipulasi simbol. Kedua, komputer memproses secara algoritmik, yaitu setahap demi setahap mengikuti suatu prosedur yang menuju suatu solusi. Sedangkan proses intelegensi lebih dari sekedar mengikuti prosedur yang setahap demi setahap, non-algoritmik. Arsitektur komputer konvensional memang dibuat untuk dapat memproses setahap demi setahap, dan bahasa-bahasa pemrogramannya juga berlandaskan algoritma. Bahasa-bahasa demikian disebut bahasa prosedural, misalnya Basic, Pascal, C, dan sejenisnya. Di lain pihak, AI tidak menggunakan bahasa prosedural, melainkan bahasa deklaratif. Dalam bahasa deklaratif, misalnya PROLOG, yang perlu adalah kita memberikan sejumlah fakta dan aturan-aturan yang mengkaitkan fakta tersebut, ia akan memecahkan masalah secara deduktif.
Metoda memproses informasi dalam AI adalah heuristik. Heuristik adalah petunjuk praktis yang membantu kita untuk memutuskan apa yang akan kita lakukan. Dengan heuristik kita tidak perlu berpikir secara lengkap dalam menghadapi masalah-masalah. Sadar atau tidak sadar kita seringkali menggunakan heuristik. Jika kita memegang suatu petunjuk praktis untuk menghadapi suatu situasi, kita akan dapat bertindak.
Pemrosesan Simbol
Telah disebutkan bahwa bahasa pemrograman AI harus berdasarkan bahasa yang memproses simbol. Bahasa pemroses simbol yang populer adalah LISP (List Processor). Yang sangat penting dalam pemrosesan simbol adalah konsep asosiasi. Dalam pikiran, kita membuat relasi antar kelompok-kelompok simbol yang satu dengan yang lain, dengan kata lain kita membuat asosiasi. Dalam LISP asosiasi antara simbol dilaksanakan dengan membentuk suatu struktur yang diberi nama list. Sebuah list terdiri dari sekelompok sel. Setiap sel terdiri dari dua bagian. Bagian awal berisi simbol, bagian lain berisi pointer yang berfungsi menghubungkan sel ini dengan sel yang lain. Dalam list yang lebih kompleks sel-sel dapat terdiri hanya dari pointer-pointer yang menghubungkan dia dengan sel lainnya.
Satu keistimewaan dengan menggunakan struktur list adalah kita tidak perlu tahu besarnya data ketika kita menulis program. Bahasa konvensional mengharuskan kita memesan suatu blok memori untuk menyimpan sejumlah data. Dalam list setiap sel dapat menunjukkan sel lain, sehingga besarnya data dapat berubah-ubah, dengan kata lain LISP memproses secara dinamik. Keistimewaan lain adalah mengerjakan secara rekursif. Sebuah list adalah sederetan elemen-elemen, dimana elemen ini boleh juga adalah list. Sehingga, sebuah list adalah sederetan list. Rekursif adalah istilah untuk definisi yang didalamnya terdapat kata yang didefinisikan. Contoh populer dari proses rekursif adalah pengerjaan faktorial. Faktorial mengikuti dua definisi :
o Faktorial satu adalah satu.
o Faktorial bilangan bulat adalah bilangan itu dikali faktorial bilangan bulat sebelum itu
Untuk menghitung faktorial sebuah bilangan harus dikerjakan dahulu faktorial "bilangan sebelum itu", dan seterusnya. Akhirnya akan berjumpa dengan faktorial satu yang adalah satu. Bahasa-bahasa lain dalam AI adalah :
o PROLOG, dari Universitas Marseiles
o POP-2, dari Universitas Edinburg
o SAIL, dari Universitas Stanford
o Smalltalk, dari Xerox PARC
Bidang-bidang AI
Ada beberapa bidang yang menjadi penyelidikan AI :
1. Expert System
Expert System adalah program komputer yang didisain untuk berlaku sebagai seorang ahli dalam suatu bidang khusus. Namun sekarang ini Expert System ‘hanya’ digunakan untuk membantu para ahli dalam memecahkan suatu masalah. Bahkan banyak orang yang tidak percaya bahwa Expert System dapat menggantikan para ahli, karena harus sedemikian banyaknya pengetahuan yang harus dimiliki oleh Expert System.
2. Natural Language Processing (NLP)
NLP dimaksudkan untuk mengenal makna dari bentuk kalimat yang berbeda-beda. Selain mampu mengerti bahasa kita sehari-hari, NLP juga mencakup kemampuan membentuk kalimat dalam bahasa sehari-hari
3. Speech Recognition
Dengan speech recognition ini suatu komputer dapat mengenali suara kita, dan sekaligus bisa membedakan berbagai macam bentuk sinyal
4. Computer Vision
Kalau kita melihat, sebenarnya bukan hanya melihat, tapi kita juga tahu apa yang kita lihat. Komputer yang berintelegensi juga harus mempunyai kemampuan ini.
5. Robotic
Robot adalah mesin yang dapat diprogram untuk melaksanakan tugas-tugas mekanik. Robot yang berintelegensi dapat memberi respon terhadap perubahan lingkungan.
6. Intelligent Computer Assisted Instruction
Komputer dimaksudkan untuk membantu dalam pendidikan, sehingga dapat mengajar dengan cara sesuai keadaan pelajar
7. Automatic Programming
Komputer dapat membuat program sendiri sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh programmer.
8. Planning and Decision Support
Komputer ini khusus membantu manager secara aktif dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.
www.elektroindonesia.com/elektro/el0400c.html - 13k -
Decision Support System II
Classifying DSS
There are several ways to classify DSS applications. Not every DSS fits neatly into one category, but a mix of two or more architecture in one.
Holsapple and Whinston [19] classify DSS into the following six frameworks: Text-oriented DSS, Database-oriented DSS, Spreadsheet-oriented DSS, Solver-oriented DSS, Rule-oriented DSS, and Compound DSS.
A compound DSS is the most popular classification for a DSS. It is a hybrid system that includes two or more of the five basic structures described by Holsapple and Whinston [19].
The support given by DSS can be separated into three distinct, interrelated categories [20]: Personal Support, Group Support, and Organizational Support.
Additionally, the build up of a DSS is also classified into a few characteristics. 1) inputs: this is used so the DSS can have factors, numbers, and characteristics to analyze. 2) user knowledge and expertise: This allows the system to decide how much it is relied on, and exactly what inputs must be analyzed with or without the user. 3) outputs: This is used so the user of the system can analyze the decisions that may be made and then potentially 4) make a decision: This decision making is made by the DSS, however, it is ultimately made by the user in order to decide on which criteria it should use.
DSSs which perform selected cognitive decision-making functions and are based on artificial intelligence or intelligent agents technologies are called Intelligent Decision Support Systems (IDSS)[21].
Applications
As mentioned above, there are theoretical possibilities of building such systems in any knowledge domain.
Some of the examples is Clinical decision support system for medical diagnosis. Other examples include a bank loan officer verifying the credit of a loan applicant or an engineering firm that has bids on several projects and wants to know if they can be competitive with their costs.
DSS is extensively used in business and management. Executive dashboard and other business performance software allow faster decision making, identification of negative trends, and better allocation of business resources.
A growing area of DSS application, concepts, principles, and techniques is in agricultural production, marketing for sustainable development. For example, the DSSAT4 package[22][23], developed through financial support of USAID during the 80's and 90's, has allowed rapid assessment of several agricultural production systems around the world to facilitate decision-making at the farm and policy levels. There are, however, many constraints to the successful adoption on DSS in agriculture[24].
A specific example concerns the Canadian National Railway system, which tests its equipment on a regular basis using a decision support system. A problem faced by any railroad is worn-out or defective rails, which can result in hundreds of derailments per year. Under a DSS, CN managed to decrease the incidence of derailments at the same time other companies were experiencing an increase.
DSS has many applications that have already been spoken about. However, it can be used in any field where organization is necessary. Additionally, a DSS can be designed to help make decisions on the stock market, or deciding which area or segment to market a product toward.
Benefits of DSS
1. Improving Personal Efficiency
2. Expediting Problem Solving
3. Facilitating Interpersonal Communication
4. Promoting Learning or Training
There are several ways to classify DSS applications. Not every DSS fits neatly into one category, but a mix of two or more architecture in one.
Holsapple and Whinston [19] classify DSS into the following six frameworks: Text-oriented DSS, Database-oriented DSS, Spreadsheet-oriented DSS, Solver-oriented DSS, Rule-oriented DSS, and Compound DSS.
A compound DSS is the most popular classification for a DSS. It is a hybrid system that includes two or more of the five basic structures described by Holsapple and Whinston [19].
The support given by DSS can be separated into three distinct, interrelated categories [20]: Personal Support, Group Support, and Organizational Support.
Additionally, the build up of a DSS is also classified into a few characteristics. 1) inputs: this is used so the DSS can have factors, numbers, and characteristics to analyze. 2) user knowledge and expertise: This allows the system to decide how much it is relied on, and exactly what inputs must be analyzed with or without the user. 3) outputs: This is used so the user of the system can analyze the decisions that may be made and then potentially 4) make a decision: This decision making is made by the DSS, however, it is ultimately made by the user in order to decide on which criteria it should use.
DSSs which perform selected cognitive decision-making functions and are based on artificial intelligence or intelligent agents technologies are called Intelligent Decision Support Systems (IDSS)[21].
Applications
As mentioned above, there are theoretical possibilities of building such systems in any knowledge domain.
Some of the examples is Clinical decision support system for medical diagnosis. Other examples include a bank loan officer verifying the credit of a loan applicant or an engineering firm that has bids on several projects and wants to know if they can be competitive with their costs.
DSS is extensively used in business and management. Executive dashboard and other business performance software allow faster decision making, identification of negative trends, and better allocation of business resources.
A growing area of DSS application, concepts, principles, and techniques is in agricultural production, marketing for sustainable development. For example, the DSSAT4 package[22][23], developed through financial support of USAID during the 80's and 90's, has allowed rapid assessment of several agricultural production systems around the world to facilitate decision-making at the farm and policy levels. There are, however, many constraints to the successful adoption on DSS in agriculture[24].
A specific example concerns the Canadian National Railway system, which tests its equipment on a regular basis using a decision support system. A problem faced by any railroad is worn-out or defective rails, which can result in hundreds of derailments per year. Under a DSS, CN managed to decrease the incidence of derailments at the same time other companies were experiencing an increase.
DSS has many applications that have already been spoken about. However, it can be used in any field where organization is necessary. Additionally, a DSS can be designed to help make decisions on the stock market, or deciding which area or segment to market a product toward.
Benefits of DSS
1. Improving Personal Efficiency
2. Expediting Problem Solving
3. Facilitating Interpersonal Communication
4. Promoting Learning or Training
Decision Support System I
Decision Support System I
Because there are many approaches to decision-making and because of the wide range of domains in which decisions are made, the concept of decision support system (DSS) is very broad. A DSS can take many different forms. In general, we can say that a DSS is a computerized system used for supporting rather than automating decisions. A decision is a choice between alternatives based on estimates of the values of those alternatives. Supporting a decision means helping people working alone or in a group gather intelligence, generate alternatives and make choices. Supporting the choice making process involves supporting the estimation, the evaluation and/or the comparison of alternatives. In practice, references to DSS are usually references to computer applications that perform such a supporting role.[1]
The term decision support system has been used in many different ways (Alter 1980, Power, 2002) and has been defined in various ways depending upon the author's point of view [2]. Finlay [3] and others define a DSS rather broadly as "a computer-based system that aids the process of decision making." Turban [4] defines it more specifically as "an interactive, flexible, and adaptable computer-based information system, especially developed for supporting the solution of a non-structured management problem for improved decision making. It utilizes data, provides an easy-to-use interface, and allows for the decision maker's own insights."
Other definitions fall between these two extremes. For Little [5], a DSS is a "model-based set of procedures for processing data and judgments to assist a manager in his decision-making." For Keen [6], a DSS couples the intellectual resources of individuals with the capabilities of the computer to improve the quality of decisions ("DSS are computer-based support for management decision makers who are dealing with semi-structured problems"). Moore and Chang [7] define DSS as extendible systems capable of supporting ad hoc data analysis and decision modeling, oriented toward future planning, and used at irregular, unplanned intervals. For Sprague and Carlson [8], DSS are "interactive computer-based systems that help decision makers utilize data and models to solve unstructured problems." In contrast, Keen [9] claims that it is impossible to give a precise definition including all the facets of the DSS ("there can be no definition of decision support systems, only of decision support"). Nevertheless, according to Power [10], the term decision support system remains a useful and inclusive term for many types of information systems that support decision making. He humorously adds that every time a computerized system is not an on-line transaction processing system (OLTP), someone will be tempted to call it a DSS. As you can see, there is no universally accepted definition of DSS. [11]
Recommended reading: Druzdzel and Flynn (1999), Power (2000), Sprague and Watson (1993), the first chapter of Power (2002), the first chapter of Marakas (1999), the first chapter of Silver (1991), the first two chapters of Sauter (1997), and Holsaple and Whinston (1996).
A brief history
In the absence of an all-inclusive definition, we focus on the history of DSS (see also Power[11]). According to Keen [6], the concept of decision support has evolved from two main areas of research: the theoretical studies of organizational decision making done at the Carnegie Institute of Technology during the late 1950s and early 1960s, and the technical work on interactive computer systems, mainly carried out at the Massachusetts Institute of Technology in the 1960s. It is considered that the concept of DSS became an area of research of its own in the middle of the 1970s, before gaining in intensity during the 1980s. In the middle and late 1980s, executive information systems (EIS), group decision support systems (GDSS), and organizational decision support systems (ODSS) evolved from the single user and model-oriented DSS. Beginning in about 1990, data warehousing and on-line analytical processing (OLAP) began broadening the realm of DSS. As the turn of the millennium approached, new Web-based analytical applications were introduced.
It is clear that DSS belong to an environment with multidisciplinary foundations, including (but not exclusively) database research, artificial intelligence, human-computer interaction, simulation methods, software engineering, and telecommunications.
DSS also have a weak connection to the user interface paradigm of hypertext. Both the University of Vermont PROMIS system (for medical decision making) and the Carnegie Mellon ZOG/KMS system (for military and business decision making) were decision support systems which also were major breakthroughs in user interface research. Furthermore, although hypertext researchers have generally been concerned with information overload, certain researchers, notably Douglas Engelbart, have been focused on decision makers in particular.
Characteristics and Capabilities of DSS
Because there is no exact definition of DSS, there is obviously no agreement on the standard characteristics and capabilities of DSS. Turban, E.,Aronson, J.E., and Liang, T.P. [12] constitute an ideal set of characteristics and capabilities of DSS. The key DSS characteristics and capabilities are as follows:
1. Support for decision makers in semistructured and unstructured problems.
2. Support managers at all levels.
3. Support individuals and groups.
4. Support for interdependent or sequential decisions.
5. Support intelligence, design, choice, and implementation.
6. Support variety of decision processes and styles.
7. DSS should be adaptable and flexible.
8. DSS should be interactive and provide ease of use.
9. Effectiveness balanced with efficiency (benefit must exceed cost).
10. Complete control by decision-makers.
11. Ease of development by (modification to suit needs and changing environment) end users.
12. Support modeling and analysis.
13. Data access.
14. Standalone, integration and Web-based.
Taxonomies
As with the definition, there is no universally accepted taxonomy of DSS either. Different authors propose different classifications. Using the relationship with the user as the criterion, Haettenschwiler [13] differentiates passive, active, and cooperative DSS. A passive DSS is a system that aids the process of decision making, but that cannot bring out explicit decision suggestions or solutions. An active DSS can bring out such decision suggestions or solutions. A cooperative DSS allows the decision maker (or its advisor) to modify, complete, or refine the decision suggestions provided by the system, before sending them back to the system for validation. The system again improves, completes, and refines the suggestions of the decision maker and sends them back to her for validation. The whole process then starts again, until a consolidated solution is generated.
Using the mode of assistance as the criterion, Power [14] differentiates communication-driven DSS, data-driven DSS, document-driven DSS, knowledge-driven DSS, and model-driven DSS.
• A model-driven DSS emphasizes access to and manipulation of a statistical, financial, optimization, or simulation model. Model-driven DSS use data and parameters provided by users to assist decision makers in analyzing a situation; they are not necessarily data intensive. Dicodess is an example of an open source model-driven DSS generator [15].
• A communication-driven DSS supports more than one person working on a shared task; examples include integrated tools like Microsoft's NetMeeting or Groove[16]
• A data-driven DSS or data-oriented DSS emphasizes access to and manipulation of a time series of internal company data and, sometimes, external data.
• A document-driven DSS manages, retrieves and manipulates unstructured information in a variety of electronic formats.
• A knowledge-driven DSS provides specialized problem solving expertise stored as facts, rules, procedures, or in similar structures.[14]
Using scope as the criterion, Power [10] differentiates enterprise-wide DSS and desktop DSS. An enterprise-wide DSS is linked to large data warehouses and serves many managers in the company. A desktop, single-user DSS is a small system that runs on an individual manager's PC.
Architectures
This article may require cleanup to meet Wikipedia's quality standards.
Please improve this article if you can. (December 2007)
Once again, different authors identify different components in a DSS. For example, Sprague and Carlson [8] identify three fundamental components of DSS: (a) the database management system (DBMS), (b) the model-base management system (MBMS), and (c) the dialog generation and management system (DGMS).
• Haag et al. [17] describe these three components in more detail:
The Data Management Component stores information (which can be further subdivided into that derived from an organization's traditional data repositories, from external sources such as the Internet, or from the personal insights and experiences of individual users); the Model Management Component handles representations of events, facts, or situations (using various kinds of models, two examples being optimization models and goal-seeking models); and the User Interface Management Component is, of course, the component that allows a user to interact with the system.
• According to Power [14], academics and practitioners have discussed building DSS in terms of four major components: (a) the user interface, (b) the database, (c) the model and analytical tools, and (d) the DSS architecture and network.
• Hättenschwiler [13] identifies five components of DSS:
(a) users with different roles or functions in the decision making process (decision maker, advisors, domain experts, system experts, data collectors),
(b) a specific and definable decision context,
(c) a target system describing the majority of the preferences,
(d) a knowledge base made of external data sources, knowledge databases, working databases, data warehouses and meta-databases, mathematical models and methods, procedures, inference and search engines, administrative programs, and reporting systems, and
(e) a working environment for the preparation, analysis, and documentation of decision alternatives.
• arakas [18] proposes a generalized architecture made of five distinct parts:
(a) the data management system,
(b) the model management system,
(c) the knowledge engine,
(d) the user interface, and
(e) the user(s).
Development Frameworks
DSS systems are not entirely different from other systems and require a structured approach. A framework was provided by Sprague and Watson (1993). The framework has three main levels. 1. Technology levels 2. People involved 3. The developmental approach
1. Technology Levels
Sprague has suggested that there are three levels of hardware and software that has been proposed for DSS.
a) Level 1 – Specific DSS
This is the actual application that will be used to by the user. This is the part of the application that allows the decision maker to make decisions in a particular problem area. The user can act upon that particular problem.
b) Level 2 – DSS Generator
This level contains Hardware/software environment that allows people to easily develop specific DSS applications. This level makes use of case tools or systems like Crystal
c) Level 3 – DSS Tools
Contains lower level hardware/software. DSS generators including special languages, function libraries and linking modules
2. People Involved
Sprague suggests there are 5 roles involved in a typical DSS development cycle.
a) The end user.
b) An intermediary.
c) DSS developer
d) Technical supporter
e) Systems Expert
3. Developmental
The developmental approach for a DSS system should be strongly iterative. This will allow for the application to be changed and redesigned at various intervals. The initial problem is used to design the system on and then tested and revised to ensure the desired outcome is achieved.
Because there are many approaches to decision-making and because of the wide range of domains in which decisions are made, the concept of decision support system (DSS) is very broad. A DSS can take many different forms. In general, we can say that a DSS is a computerized system used for supporting rather than automating decisions. A decision is a choice between alternatives based on estimates of the values of those alternatives. Supporting a decision means helping people working alone or in a group gather intelligence, generate alternatives and make choices. Supporting the choice making process involves supporting the estimation, the evaluation and/or the comparison of alternatives. In practice, references to DSS are usually references to computer applications that perform such a supporting role.[1]
The term decision support system has been used in many different ways (Alter 1980, Power, 2002) and has been defined in various ways depending upon the author's point of view [2]. Finlay [3] and others define a DSS rather broadly as "a computer-based system that aids the process of decision making." Turban [4] defines it more specifically as "an interactive, flexible, and adaptable computer-based information system, especially developed for supporting the solution of a non-structured management problem for improved decision making. It utilizes data, provides an easy-to-use interface, and allows for the decision maker's own insights."
Other definitions fall between these two extremes. For Little [5], a DSS is a "model-based set of procedures for processing data and judgments to assist a manager in his decision-making." For Keen [6], a DSS couples the intellectual resources of individuals with the capabilities of the computer to improve the quality of decisions ("DSS are computer-based support for management decision makers who are dealing with semi-structured problems"). Moore and Chang [7] define DSS as extendible systems capable of supporting ad hoc data analysis and decision modeling, oriented toward future planning, and used at irregular, unplanned intervals. For Sprague and Carlson [8], DSS are "interactive computer-based systems that help decision makers utilize data and models to solve unstructured problems." In contrast, Keen [9] claims that it is impossible to give a precise definition including all the facets of the DSS ("there can be no definition of decision support systems, only of decision support"). Nevertheless, according to Power [10], the term decision support system remains a useful and inclusive term for many types of information systems that support decision making. He humorously adds that every time a computerized system is not an on-line transaction processing system (OLTP), someone will be tempted to call it a DSS. As you can see, there is no universally accepted definition of DSS. [11]
Recommended reading: Druzdzel and Flynn (1999), Power (2000), Sprague and Watson (1993), the first chapter of Power (2002), the first chapter of Marakas (1999), the first chapter of Silver (1991), the first two chapters of Sauter (1997), and Holsaple and Whinston (1996).
A brief history
In the absence of an all-inclusive definition, we focus on the history of DSS (see also Power[11]). According to Keen [6], the concept of decision support has evolved from two main areas of research: the theoretical studies of organizational decision making done at the Carnegie Institute of Technology during the late 1950s and early 1960s, and the technical work on interactive computer systems, mainly carried out at the Massachusetts Institute of Technology in the 1960s. It is considered that the concept of DSS became an area of research of its own in the middle of the 1970s, before gaining in intensity during the 1980s. In the middle and late 1980s, executive information systems (EIS), group decision support systems (GDSS), and organizational decision support systems (ODSS) evolved from the single user and model-oriented DSS. Beginning in about 1990, data warehousing and on-line analytical processing (OLAP) began broadening the realm of DSS. As the turn of the millennium approached, new Web-based analytical applications were introduced.
It is clear that DSS belong to an environment with multidisciplinary foundations, including (but not exclusively) database research, artificial intelligence, human-computer interaction, simulation methods, software engineering, and telecommunications.
DSS also have a weak connection to the user interface paradigm of hypertext. Both the University of Vermont PROMIS system (for medical decision making) and the Carnegie Mellon ZOG/KMS system (for military and business decision making) were decision support systems which also were major breakthroughs in user interface research. Furthermore, although hypertext researchers have generally been concerned with information overload, certain researchers, notably Douglas Engelbart, have been focused on decision makers in particular.
Characteristics and Capabilities of DSS
Because there is no exact definition of DSS, there is obviously no agreement on the standard characteristics and capabilities of DSS. Turban, E.,Aronson, J.E., and Liang, T.P. [12] constitute an ideal set of characteristics and capabilities of DSS. The key DSS characteristics and capabilities are as follows:
1. Support for decision makers in semistructured and unstructured problems.
2. Support managers at all levels.
3. Support individuals and groups.
4. Support for interdependent or sequential decisions.
5. Support intelligence, design, choice, and implementation.
6. Support variety of decision processes and styles.
7. DSS should be adaptable and flexible.
8. DSS should be interactive and provide ease of use.
9. Effectiveness balanced with efficiency (benefit must exceed cost).
10. Complete control by decision-makers.
11. Ease of development by (modification to suit needs and changing environment) end users.
12. Support modeling and analysis.
13. Data access.
14. Standalone, integration and Web-based.
Taxonomies
As with the definition, there is no universally accepted taxonomy of DSS either. Different authors propose different classifications. Using the relationship with the user as the criterion, Haettenschwiler [13] differentiates passive, active, and cooperative DSS. A passive DSS is a system that aids the process of decision making, but that cannot bring out explicit decision suggestions or solutions. An active DSS can bring out such decision suggestions or solutions. A cooperative DSS allows the decision maker (or its advisor) to modify, complete, or refine the decision suggestions provided by the system, before sending them back to the system for validation. The system again improves, completes, and refines the suggestions of the decision maker and sends them back to her for validation. The whole process then starts again, until a consolidated solution is generated.
Using the mode of assistance as the criterion, Power [14] differentiates communication-driven DSS, data-driven DSS, document-driven DSS, knowledge-driven DSS, and model-driven DSS.
• A model-driven DSS emphasizes access to and manipulation of a statistical, financial, optimization, or simulation model. Model-driven DSS use data and parameters provided by users to assist decision makers in analyzing a situation; they are not necessarily data intensive. Dicodess is an example of an open source model-driven DSS generator [15].
• A communication-driven DSS supports more than one person working on a shared task; examples include integrated tools like Microsoft's NetMeeting or Groove[16]
• A data-driven DSS or data-oriented DSS emphasizes access to and manipulation of a time series of internal company data and, sometimes, external data.
• A document-driven DSS manages, retrieves and manipulates unstructured information in a variety of electronic formats.
• A knowledge-driven DSS provides specialized problem solving expertise stored as facts, rules, procedures, or in similar structures.[14]
Using scope as the criterion, Power [10] differentiates enterprise-wide DSS and desktop DSS. An enterprise-wide DSS is linked to large data warehouses and serves many managers in the company. A desktop, single-user DSS is a small system that runs on an individual manager's PC.
Architectures
This article may require cleanup to meet Wikipedia's quality standards.
Please improve this article if you can. (December 2007)
Once again, different authors identify different components in a DSS. For example, Sprague and Carlson [8] identify three fundamental components of DSS: (a) the database management system (DBMS), (b) the model-base management system (MBMS), and (c) the dialog generation and management system (DGMS).
• Haag et al. [17] describe these three components in more detail:
The Data Management Component stores information (which can be further subdivided into that derived from an organization's traditional data repositories, from external sources such as the Internet, or from the personal insights and experiences of individual users); the Model Management Component handles representations of events, facts, or situations (using various kinds of models, two examples being optimization models and goal-seeking models); and the User Interface Management Component is, of course, the component that allows a user to interact with the system.
• According to Power [14], academics and practitioners have discussed building DSS in terms of four major components: (a) the user interface, (b) the database, (c) the model and analytical tools, and (d) the DSS architecture and network.
• Hättenschwiler [13] identifies five components of DSS:
(a) users with different roles or functions in the decision making process (decision maker, advisors, domain experts, system experts, data collectors),
(b) a specific and definable decision context,
(c) a target system describing the majority of the preferences,
(d) a knowledge base made of external data sources, knowledge databases, working databases, data warehouses and meta-databases, mathematical models and methods, procedures, inference and search engines, administrative programs, and reporting systems, and
(e) a working environment for the preparation, analysis, and documentation of decision alternatives.
• arakas [18] proposes a generalized architecture made of five distinct parts:
(a) the data management system,
(b) the model management system,
(c) the knowledge engine,
(d) the user interface, and
(e) the user(s).
Development Frameworks
DSS systems are not entirely different from other systems and require a structured approach. A framework was provided by Sprague and Watson (1993). The framework has three main levels. 1. Technology levels 2. People involved 3. The developmental approach
1. Technology Levels
Sprague has suggested that there are three levels of hardware and software that has been proposed for DSS.
a) Level 1 – Specific DSS
This is the actual application that will be used to by the user. This is the part of the application that allows the decision maker to make decisions in a particular problem area. The user can act upon that particular problem.
b) Level 2 – DSS Generator
This level contains Hardware/software environment that allows people to easily develop specific DSS applications. This level makes use of case tools or systems like Crystal
c) Level 3 – DSS Tools
Contains lower level hardware/software. DSS generators including special languages, function libraries and linking modules
2. People Involved
Sprague suggests there are 5 roles involved in a typical DSS development cycle.
a) The end user.
b) An intermediary.
c) DSS developer
d) Technical supporter
e) Systems Expert
3. Developmental
The developmental approach for a DSS system should be strongly iterative. This will allow for the application to be changed and redesigned at various intervals. The initial problem is used to design the system on and then tested and revised to ensure the desired outcome is achieved.
Langganan:
Komentar (Atom)